hmm....nulis apa ya....curhat dikit boleh kan? hehe
tau ga, aku lebih suka baca en nulis daripada nyimak n ngomong. meskipun kadang ada momen yang g bisa dikeluarkan lewat tulisan, misalnya neh, liat langit sore tu bagus banget,,en menggambarkan langit itu lwt tulisan g bisa...angel milih kata-kata yang pas bia yang baca ngerti. tapi angeeeeelll...
ya mungkin aku kurang baca juga kali ya,,tapi aku seneng baca kok...sering baca juga... apa aja tak baca,, tapi rada males baca jurnal internasional, hahahahahahaha
aku suka nulis cerpen, puisi, tapi aku paling bingung suruh buat pantun...wkwkwkwkwkw
ngomong-ngomong pantun,, temenku ada yang cepet banget klo disuruh buat pantun.. keren..ak aja heran,,lha aku we nggawe sampiran angel banget...wkwkwkwkwkw
lagi-lagi aku bermasalah dalam pemilihan kata,,padahal uda baca banyak buku.. (masa sih?!)
oia,,ada lagi,,kadang kalau lagi asyik2 nulis,,tiba-tiba oikiran tuh blank! ga tau,,tiba-tiba ilang tuh idenya,,trs jadi bingung,,kenapa ya????kehabisan ide gitu,,makanya g sedikit tulisanku tuh ngambang alias g selesai..wkakakakakakakakaka...
trs satu lagi,,aku paling suka bikin cerita yang bad-ending...g tw kenapa,,suka aja akhirnya itu sebuah kesedihan, kemarahan, dan kawan-kawannya. lebih seru aja menurutku.
pengen banget si gabung sama komunitas yang isinya orang-orang yang suka nulis, tapi masih gimana gitu...masih kurang pantes aja klo aku masuk komunitas itu, lha karya-karyaku kebanyakan cuma buat konsumsi pribadi. mentok2nya nampang di mading kampuss...hehehehe
tapi aku g kapok nulis,,daripada ngantuk, emnding nulis, daripada bete, mending nulis, daripada gda kerjaan mending nulis, tapi pas laper ya mending makan daripada nulis...heheheheh
kayane uwis disit yak...ngesuk amning nyoret-nyorete... sayonaraaaaa... (^o^)
ini adalah media yang bisa kita jadikan tempat diskusi, berbagi ilmu dan pengalaman, tempat curhat2an, atau bahkan sebagai media ukhuwah kita... ^^,
Senin, 30 Mei 2011
Jumat, 27 Mei 2011
:: Sebuah Catatan KEcil Pengenang Kalian ::
:: Sebuah Catatan Kecil Pengenang Kalian ::
01 Maret 2011
Episode baru di sisi kehidupanku yang lain. Awal dari sebuah perjuangan mewarnai hidup dengan pengalaman yang tidak akan pernah dapat terhapus di sini, di memori otak dan hatiku. Kusebut tempat itu “otak” karena di situlah berjuta neuron saling berkait merekam apa yang aku lihat, aku dengar, dan aku rasakan. Semua itu secara tidak langsung akan membuat pahatan-pahatan kenangan di “hati”. J
Ya, simulasi kerjaku dimulai di sini pada hari Selasa, 01 Maret 2011. Awalnya, tempat ini adalah tempat terakhir kami (aku dan Angga) menggantungkan asa. Berat, karena ada rasa iri yang menyelinap di hati. Jujur iya, rasa iri itu nyata, iri dengan teman-teman lain yang (menurut kami pada saat itu) mendapatkan tempat magang yang bisa dibilang super-duper enak pake banget!
Griya SOLOPOS ini tidak sedikit mengubah hidupku. Mendengar penuturan Bu Rina (untuk Bu Rina, terima kasih sangat kami ucapkan atas kepercayaan Anda menjatuhkan amanah ini pada kami), mulai dari hari dan jam kerja, aturan-aturan di Griya ini, sampai style Griya ini. Kami pun sekuat hati dan energi mencoba menjalani ini semua dengan senang hati. Berat harus dibuat ringan, susah harus dibuat suka. Semakin lama kami menyelaminya, semakin kami menyatu dengan atmosfer tempat ini. Rasa iri di awal mulai mengikis, semakin tipis terbawa dengan waktu yang berlalu, meskipun tidak hilang seluruhnya.
Dan pada suatu ketika, aku ingat benar, malam Sabtu tanggal 13 April 2011, karena suatu kepentingan, kami memberanikan diri meminta izin satu hari. Satu hari saja sudah cukup bagi kami. Dengan sopan dan penuh harap, izin pun diloloskan dengan berat hati di pihak beliau (sepertinya). Dan setelah itu, selang beberapa menit, apa yang terjadi? ─Sungguh, sebenarnya aku tak ingin mengingatnya dan menyimpan peristiwa ini di dalam otak dan hatiku─
“Deg” jantung ini seakan berhenti sekejap, disusul hati ini, terasa seperti luka yang terkena air cuka. Sakit, perih. Perkataan beliau yang sungguh tak pantas buat kami, membuat roboh rasa simpati kami padanya. Maaf sebelumnya. Sakit hati kami, sungguh. Rontok semua rasa hormat dan segan ini (yang seharusnya tidak boleh). Tapi, kami pun hanya bisa menghibur diri. Bagiku ini adalah ujian mental, seberapa tangguh aku menyikapinya. Biar tidak kaget aku jika di dunia kerja sesungguhnya. Tapi maaf, Pak, simpati, hormat, dan segan tidak bisa ditanam lagi di dalam sini.
Memasuki bulan terakhir masa jabatan kami sebagai “maganger”, ada rasa senang dan tak sabar. Ya, karena sebentar lagi tugas kami selesai.
Tapi jujur, suatu saat akan ada terselip rindu yang mendalam di hatiku pada Griya ini, pada ruang ini, pada bau ruang ini, pada hawa dingin ruang ini, pada kursi yang aku duduki, pada meja yang aku sandari, pada mereka para maniak layar monitor (maaf, mas-mas layouter, aku menyebut kalian seperti itu), pada mereka pakar bahasa yang bersembunyi di balik jubah jurnalis, pada peristiwa “rebutan makanan”, pada sapaan-sapaan kalian (meskipun kecil dan tidak penting, bagi kami itu adalah bentuk perhatian dan sayang kalian pada kami. Ciiiiieeeee... hooooeeekkkssss {>,>}), pada mereka teman sei di pantry, pada mereka yang tersenyum di pos presensi, pada mereka yang mengayomi kami di Sekre, dan pada semua yang ada di dalam Griya ini.
Sekarang, aku pun tinggal menghitung hari. Aku berusaha untuk menikmatinya dengan khusyuk. Semua memang ada baik dan buruknya, ada suka dan dukanya, ada sedih dan bahagianya. Dan semua itu merupakan bagian dari pembelajaranku. Terima kasih untuk kalian atas ilmu yang diwariskan (secara tidak langsung).
Ruang Redaksi SOLOPOS Lantai 2,
3 hari sebelum masa aktif di sini berakhir, 27 Mei 2011.
Rabu, 18 Mei 2011
KunFayakUn
pernahkah kalian merasa bahwa kalian pasti bisa memiliki semuanya??
hmm,, itu merupakan wujud keoptimisan kita atau hanya sedikit rasa angkuh pada diri kita yang ingin diakui oleh sekitar??
berbagai cara bisa saja kita lakukan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, bahkan terkadang kita tidak menggunakan akal untuk melakukannya. jangankan akal, dengan perasaan saja kita jarang menggunakannya.
kita hanya ingin diakui. itu saja.
sebuah cita-cita atau impian yang kita canangkanke depan memang tidak selalu kita dapatkan. Tuhan MahaTahu apa yang terbaik untuk kita.
jadi, meskipun kita berpikir kita mampu untuk mencapai semua yang kita inginkan, kita cita-citakan, tapi hendaknya kita menyadari bahwa ada Dzat yang akan memberikan kita rencana terbaik. mungkin saja doa kita tidak dikabulkanNya, tapi pernahkah kita yakinkan diri kita barang sejenak bahwa Jangan Putus Asa!! Karena Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik...!!
jadi, JANGAN PUTUS ASA UNTUK SELALU BERUSAHA DAN BERDOA.. KUN FAYAKUN!!!
hmm,, itu merupakan wujud keoptimisan kita atau hanya sedikit rasa angkuh pada diri kita yang ingin diakui oleh sekitar??
berbagai cara bisa saja kita lakukan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, bahkan terkadang kita tidak menggunakan akal untuk melakukannya. jangankan akal, dengan perasaan saja kita jarang menggunakannya.
kita hanya ingin diakui. itu saja.
sebuah cita-cita atau impian yang kita canangkanke depan memang tidak selalu kita dapatkan. Tuhan MahaTahu apa yang terbaik untuk kita.
jadi, meskipun kita berpikir kita mampu untuk mencapai semua yang kita inginkan, kita cita-citakan, tapi hendaknya kita menyadari bahwa ada Dzat yang akan memberikan kita rencana terbaik. mungkin saja doa kita tidak dikabulkanNya, tapi pernahkah kita yakinkan diri kita barang sejenak bahwa Jangan Putus Asa!! Karena Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik...!!
jadi, JANGAN PUTUS ASA UNTUK SELALU BERUSAHA DAN BERDOA.. KUN FAYAKUN!!!
Senin, 16 Mei 2011
aadanbee
setiap kali air mata ini keluar
ada setitik sesak yang dalam di dada
membuat mata menjadi merah, nanar
menandakan bahwa terlalu dalam duka
saat kau mulai beranjak menghilang
dari tempat aku memandang
aku mengerti
suatu saat kau harus pergi
meninggalkan hati ini sepi
demi mereka yang benci
kamu pun mengerti
bukan ini yang kita ingini
mimpi-mimpi itu buyar sudah
bersama asa yang kian menipis
dan mewujudkan pesimis
cukup sudah
hanya tinggal kenangan
Surakarta, 040511
Kamis, 12 Mei 2011
Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra
Analisis Puisi menurut Pendekatan Strukturalisme

Disusun untuk Memenuhi Uji Kompetensi 4
Mata Kuliah Kritik Sastra
Pengampu: Dr. Nugraheni E.W., S.S., M.Hum.
Oleh:
Annisa Aini
K1208002
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2010
I.
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Karya: Rustam Effendi
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mungkari
Untaian rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Seiring saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan mamang
Bukan beta berpijak lagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun
Analisis puisi
1. Tipografi
Puisi di atas berjenis tipografi teratur. Ini dibuktikan adanya rima pada tiap bait. Misalnya bait pertama, pada baris pertama mempunyai rima yang sama pada bait ketiga, dan baris kedua mempunyai rima yang sama dengan baris keempat. Namun keduanya bukan merupakan sampiran maupun isi. Begitu juga dengan jumlah suku katanya. Tiap bait sangat diperhatikan dan sama. Misal, semua baris pertama berjumlah suku kata sama dengan semua baris ketiga.
2. Kata dan Diksi
Kata dalam puisi di atas merupakan kata yang menunjukkan bahwa itu adalah puisi lama, sehingga kata yang dipakai dalam puisi terpengaruh bahasa lama. Misalnya:
Madahan yang berarti pujian, beta yang berarti aku, dan sebagainya.
Selain itu, tampak pada puisi di atas penggunaan yang kurang tepat secara gramatikal. Misalnya pada kata singkiri yang seharusnya singkirkan, dengungan yang seharusnya mendenngung.
Pemilihan kata (diksi) pada puisi di atas menggambarkan romantisme pada puisi. Misal kata sukma dipilih karena dianggap lebih indah daripada kata hati, kata rasain dipilih daripada kata rasakan, dan lain-lain.
3. Bahasa Kiasan dan Retorik
Puisi di atas dilihat dari aspek bahasa kiasan yang digunakan, terdapat beberapa bahasa kiasan. Seperti personifikasi pada baris Sebab madahan tak nak dating.
Bahasa retorik pada puisi di atas, terdapat repetisi, seperti:
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
4. Rima, Aliterasi, dan Asonansi
Rima pada puisi di atas sudah dijelaskan pada nomor satu. Sedangkan aliterasi pada puisi di atas misal pada bait pertama baris pertama Bukan beta bijak berperi, bait kedua baris pertama Syarat sarat saya mungkari , bait keempat baris pertama Sering saya susah sesaat, dan lain-lain. Pada puisi di atas tidak ditemukan adanya asonansi pada tiap baris puisi.
5. Imaji
Ketika membaca puisi di atas, pembaca akan menangkap beberapa imaji pendengaran dan penglihatan. Misal:
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Seiring saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan mamang
Bukan beta berpijak lagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun
Kata sampaikan dan dengungan menciptakan pembaca berimaji mendengarkan (pendengaran), sedangkan kata sulit mendekat menciptakan pembaca berimaji melihat (penglihatan), dan lain-lain.
6. Tema dan Amanat
Tema : Kemerdekaan/kebebasan (jiwa).
Amanat :
a. Kita hendaknya jangan menurut begitu saja apa yang pemerintah putuskan, tapi kita renungi dahulu itu bermanfaat bagi kita atau tidak.
b. Kita hendaknya terus berusaha dengan diiringi doa jika kita menginginkan sesuatu atau jika kita tidak ingin dijajah oleh mereka yang tidak menginginkan kita bebas.
c. Kita hendaknya lebih terbuka jika ingin menyampaikan gagasan atau pikiran kita kepada pemerintah/petinggi negeri, jangan hanya menjadi angan-angan dalam hati saja.
7. Makna Puisi
Bait I
Dia merasa bukan orang hebat yang mampu mengubah aturan syair yang telah ada. Dia pun bukan budak di negeri sendiri yang selalu harus menurut dan tunduk pada segala peraturan yang dibuat oleh pemerintah/petinggi negeri.
Bait II
Dia hanya ingin mengutarakan perasaan apa yang ada di hatinya, tapi tetap saja tidak mengubah aturan yang ada, hanya membuatnya menjadi apa yang dia inginkan.
Bait III
Dia merasa kesulitan untuk menyampaikan apa yang ada dalam hati dan pikirannya. Dia akan menyampaikan jika waktunya sudah tepat.
Bait IV
Dia sering merasa sedih karena terkadang dirinya tidak dipuji, dan dia pun sering susah mendekati rasa bebas karena terkurung dalam dunia yang penuh dengan keraguan.
Bait V
Dia bukan seorang yang pandai menuangkan apa yang ada di dalam pikirannya lewat sebuah syair atau lagu, dia hanya mencoba menuliskanya dalam sebuah tulisan dari hatinya yang hanya dapat dia dengarkan sendiri.
II.
SAJAK
Karya: Sanusi Pane
O, bukanlah dalam kata yang rancak
Kata yang pelik kebagusan sajak
O pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermainkan mata
Dan hanya dibaca sepintas lalu
Karena tak keluar dari sukma
Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa
Analisis Puisi
1. Tipografi
Tipografi pada puisi di atas termasuk jenis tidak teratur. Dalam puisi di atas memang terdapat beberapa rima pada beberapa baris, misal baris pertama dan kedua, ketiga dan keempat, dan baris ketujuh dan kesembilan, tapi acak dan jumlah suku kata semua tidak sama.
2. Kata dan Diksi
Hanya beberapa kata yang defamiliar misal kata rancak, pelik, sukma, dan tidak terdapat deotomatisasi kata pada puisi di atas.
Pemilihan kata (diksi) pada puisi di atas cukup mudah untuk dimengerti pembacanya. Tidak ada diksi yang sulit dan butuh perenungan.
3. Bahasa Kiasan dan Retorik
Bahasa kiasan yang dipakai dalam puisi di atas misalnya adalah personifikasi, seperti pada:
O pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermainkan mata.
Kata diatas diberi sifat benda hidup, yaitu mempermainkan.
Selain itu, terdapat pada baris ketujuh,
Seperti matahari mencintai bumi
Selain personifikasi, bahasa kiasan yang dipakai pada baris di atas adalah adalah majas simile, karena terdapat kata perbandingan, yaitu kata ’seperti’
Bahasa retorik yang berfungsi untuk menegaskan dan menarik perhatian pada puisi di atas terdapat pada bait kedua
Seperti matahari mencintai bumi
Member sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa
bait kedua ini menarik perhatian pembaca, karena dalam bait ini diksi yang digunakan lebih mudah dimengerti dan menurut saya menarik.
4. Rima, Aliterasi, dan Asonansi
Sudah dijelaskan di atas bahwa rima pada puisi di atas tidak teratur (acak). Misal baris pertama dan kedua, ketiga dan keempat, dan baris ketujuh dan kesembilan. Aliterasi pada puisi di atas misalnya terdapat pada baris keempat mempermainkan mata, dan baris ketujuh matahari mencintai. Puisi di atas tidak ditemukan adanya asonansi.
5. Imaji
Puisi di atas menciptakan imaji pada pembaca untuk melihat arti sebuah rasa cinta, merasakan bagaimana seharusnya mencintai dan melihat matahari yang selalu menyinari bumi.
6. Tema dan Amanat
Tema : Cinta
Amanat :
a. Hendaknya jika kita mencintai seseorang, cintailah dengan tulus dan ikhlas.
- Hendaknya kita ikhlas juga dalam member, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seperti cinta seorang ibu.
- Jika kita menyukai seseorang, hendaknya kita memastikan dulu, perasaan yang ada dalam hati kita, jangan terburu-buru dalam bertindak, siapa tahu itu hanya perasaan kagum, bukan cinta yang sesungguhnya.
7. Makna
Bait I
Untuk menyatakan cinta, tidak perlu melalui kata-kata yang begitu rumit dimengerti dan terlalu berlebihan sehingga terkesan tidak keluar ari lubuk hati, jika itu susah dimengerti, maka tulisan kita hanya akan dibaca sesaat dan tidak dianggap
Bait II
Mencintai seseorang dengan tulus dan ikhlas diibaratkan seperti matahari yang selalu menyinari bumi. Tidak perlu mengungkapkan dengan kata atau syair yang berlebihan tapi cukup dengan tindakan yang selalu tulus dan ikhlas.
III. PEMBAHASAN
Hasil analisis kedua puisi di atas adalah sebagai berikut.
- Tipografi
Kedua puisi di atas menggunakan topografi yang berbeda. Puisi karya Rustam Effendi yang berjudul Bukan Beta Bijak Berperi menggunakan tipografi teratur, sedangkan pada puisi karya Sanusi Pane yang berjudul Sajak menggunakan tipografi tidak teratur, karena kata dan rima yang terdapat dalam puisi ditulis secara acak.
- Kata dan Diksi
Kata dalam kedua puisi di atas berbeda, puisi I terdapat defamiliar dan deotomatisasi kata. Pengarang puisi pertama menciptakan kata baru sesuai isi hati atau perasaannya, sedangkan pada puisi II, deotomatisasi dan defamiliar tidak ada. Puisi II menggunakan kata yang cukup mudah dimengerti dan tidak terlalu membutuhkan perenungan
Sedangkan untuk diksi, puisi I menggunakan diksi yang menggambarkan keindahan puisi dan pilihan katanya lebih membutuhkan perenungan, berbanding terbalik dengan puisi II, diksinya mudah dimengerti oleh pembaca.
- Kiasan dan Retorik
Kedua puisi di atas menggunakan bahasa kiasan untuk memperindah dan menyampaikan maksud secara tidak langsung, selain itu juga menggunakan bahasa retorik untuk mempertegas maksud dan pesan yang disampaikan, serta menarik perhatian pembaca.
- Rima, Aliterasi, dan Asonansi
Terdapat rima yang teratur pada puisi I, sedangkan pada puisi II rima teratur hanya ada pada bait II sedangkan bait pertama, rima hanya pada baris pertama sampai keempat. Kedua puisi terdapat aliterasi dan asonansi.
- Imaji
Pada puisi I terdapat imaji berupa pendengaran dan penglihatan. Sedangkan pada puisi II, imaji berupa perasaan dan penggambaran arti sebuah sajak.
- Tema dan Amanat
Kedua puisi di atas memiliki tema yang berbeda. Tema pada puisi I adalah tentang kebebasan atau kemerdekaan, sedangkan puisi II tentang cinta.
Karena kedua puisi di atas memiliki tema yang berbeda, maka amanat yang disampaikan oleh pengarang kedua puisi pun berbeda. Puisi I memiliki amanat tentang keinginan untuk bebas dan tidak terikat atau hanya menurut saja dengan aturan yang ada. Sedangkan puisi II beramanatkan tentang bagaimana hendaknya seseorang mencintai dengan tulus dan ikhlas.
- Makna
Makna kedua puisi pun berbeda. Makna yang terkandung pada puisi I menyatakan bahwa penulis merasa berada dalam dunia yang harus patuh pada tiap aturan, padahal penulis ingin bebas dari dunia itu dan menyatakan apa yang ada di hatinya.
Pada puisi II, makna yang terkandung dalam puisi menyatakan nasihat pada seseorang yang ingin mencintai orang lain.
Langganan:
Komentar (Atom)
