Laman Nisa

Kamis, 12 Mei 2011

Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra


Analisis Puisi menurut Pendekatan Strukturalisme












Disusun untuk Memenuhi Uji Kompetensi 4
Mata Kuliah Kritik Sastra
Pengampu: Dr. Nugraheni E.W., S.S., M.Hum.


Oleh:
Annisa Aini
K1208002





Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2010


I.           
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Karya: Rustam Effendi

Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair
Syarat sarat saya mungkari
Untaian rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Seiring saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan mamang
Bukan beta berpijak lagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun

Analisis puisi
1.    Tipografi
Puisi di atas berjenis tipografi teratur. Ini dibuktikan adanya rima pada tiap bait. Misalnya bait pertama, pada baris pertama mempunyai rima yang sama pada bait ketiga, dan baris kedua mempunyai rima yang sama dengan baris keempat. Namun keduanya bukan merupakan sampiran maupun isi. Begitu juga dengan jumlah suku katanya. Tiap bait sangat diperhatikan dan sama. Misal, semua baris pertama berjumlah suku kata sama dengan semua baris ketiga.

2.    Kata dan Diksi
Kata dalam puisi di atas merupakan kata yang menunjukkan bahwa itu adalah puisi lama, sehingga kata yang dipakai dalam puisi terpengaruh bahasa lama. Misalnya:
Madahan yang berarti pujian, beta yang berarti aku, dan sebagainya.
Selain itu, tampak pada puisi di atas penggunaan yang kurang tepat secara gramatikal. Misalnya pada kata singkiri yang seharusnya singkirkan, dengungan yang seharusnya mendenngung.
Pemilihan kata (diksi) pada puisi di atas menggambarkan romantisme pada puisi. Misal kata sukma dipilih karena dianggap lebih indah daripada kata hati, kata rasain dipilih daripada kata rasakan, dan lain-lain.

3.    Bahasa Kiasan dan Retorik
Puisi di atas dilihat dari aspek bahasa kiasan yang digunakan, terdapat beberapa bahasa kiasan. Seperti personifikasi pada baris Sebab madahan tak nak dating.
Bahasa retorik pada puisi di atas, terdapat repetisi, seperti:
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair

4.    Rima, Aliterasi, dan Asonansi
Rima pada puisi di atas sudah dijelaskan pada nomor satu. Sedangkan aliterasi pada puisi di atas misal pada bait pertama baris pertama Bukan beta bijak berperi, bait kedua baris pertama Syarat sarat saya mungkari , bait keempat baris pertama Sering saya susah sesaat, dan lain-lain. Pada puisi di atas tidak ditemukan adanya asonansi pada tiap baris puisi.

5.    Imaji
Ketika membaca puisi di atas, pembaca akan menangkap beberapa imaji pendengaran dan penglihatan. Misal:
Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasain waktu
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Seiring saya sulit mendekat
Sebab terkurung lukisan mamang
Bukan beta berpijak lagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun
Kata sampaikan dan  dengungan menciptakan pembaca berimaji mendengarkan (pendengaran), sedangkan kata sulit mendekat menciptakan pembaca berimaji melihat (penglihatan), dan lain-lain.

6.    Tema dan Amanat
Tema           : Kemerdekaan/kebebasan (jiwa).
Amanat       :
a.       Kita hendaknya jangan menurut begitu saja apa yang pemerintah putuskan, tapi kita renungi dahulu itu bermanfaat bagi kita atau tidak.
b.      Kita hendaknya terus berusaha dengan diiringi doa jika kita menginginkan sesuatu atau jika kita tidak ingin dijajah oleh mereka yang tidak menginginkan kita bebas.
c.       Kita hendaknya lebih terbuka jika ingin menyampaikan gagasan atau pikiran kita kepada pemerintah/petinggi negeri, jangan hanya menjadi angan-angan dalam hati saja.

7.    Makna Puisi
Bait I
Dia merasa bukan orang hebat yang mampu mengubah aturan syair yang telah ada. Dia pun bukan budak di negeri sendiri yang selalu harus menurut dan tunduk pada segala peraturan yang dibuat oleh pemerintah/petinggi negeri.

Bait II
Dia hanya ingin mengutarakan perasaan apa yang ada di hatinya, tapi tetap saja tidak mengubah aturan yang ada, hanya membuatnya menjadi apa yang dia inginkan.


Bait III
Dia merasa kesulitan untuk menyampaikan apa yang ada dalam hati dan pikirannya. Dia akan menyampaikan jika waktunya sudah tepat.

Bait IV
Dia sering merasa sedih karena terkadang dirinya tidak dipuji, dan dia pun sering susah mendekati rasa bebas karena terkurung dalam dunia yang penuh dengan keraguan.

Bait V
Dia bukan seorang yang pandai menuangkan apa yang ada di dalam pikirannya lewat sebuah syair atau lagu, dia hanya mencoba menuliskanya dalam sebuah tulisan dari hatinya yang hanya dapat dia dengarkan sendiri.






















II.           
SAJAK
Karya: Sanusi Pane

O, bukanlah dalam kata yang rancak
Kata yang pelik kebagusan sajak
O pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermainkan mata
Dan hanya dibaca sepintas lalu
Karena tak keluar dari sukma
Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa

Analisis Puisi
1.    Tipografi
Tipografi pada puisi di atas termasuk jenis tidak teratur. Dalam puisi di atas memang terdapat beberapa rima pada beberapa baris, misal baris pertama dan kedua, ketiga dan keempat, dan baris ketujuh dan kesembilan, tapi acak dan jumlah suku kata semua tidak sama.

2.    Kata dan Diksi
Hanya beberapa kata yang defamiliar misal kata rancak, pelik, sukma, dan tidak terdapat deotomatisasi kata pada puisi di atas.
Pemilihan kata (diksi) pada puisi di atas cukup mudah untuk dimengerti pembacanya. Tidak ada diksi yang sulit dan butuh perenungan.

3.    Bahasa Kiasan dan Retorik
Bahasa kiasan yang dipakai dalam puisi di atas misalnya adalah personifikasi, seperti pada:
 O pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermainkan mata.
Kata diatas diberi sifat benda hidup, yaitu mempermainkan.
Selain itu, terdapat pada baris ketujuh,
Seperti matahari mencintai bumi
Selain personifikasi, bahasa kiasan yang dipakai pada baris di atas adalah adalah majas simile, karena terdapat kata perbandingan, yaitu kata ’seperti’
Bahasa retorik yang berfungsi untuk menegaskan dan menarik perhatian pada puisi di atas terdapat pada bait kedua
Seperti matahari mencintai bumi
Member sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa
bait kedua ini menarik perhatian pembaca, karena dalam bait ini diksi yang digunakan lebih mudah dimengerti dan menurut saya menarik.

4.    Rima, Aliterasi, dan Asonansi
Sudah dijelaskan di atas bahwa rima pada puisi di atas tidak teratur (acak). Misal baris pertama dan kedua, ketiga dan keempat, dan baris ketujuh dan kesembilan. Aliterasi pada puisi di atas misalnya terdapat pada baris keempat mempermainkan mata, dan baris ketujuh matahari mencintai. Puisi di atas tidak ditemukan adanya asonansi.

5.    Imaji
Puisi di atas menciptakan imaji pada pembaca untuk melihat arti sebuah rasa cinta, merasakan bagaimana seharusnya mencintai dan melihat matahari yang selalu menyinari bumi.

6.    Tema dan Amanat
Tema           : Cinta
Amanat       :
a.       Hendaknya jika kita mencintai seseorang, cintailah dengan tulus dan ikhlas.
  1. Hendaknya kita ikhlas juga dalam member, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seperti cinta seorang ibu.
  2. Jika kita menyukai seseorang, hendaknya kita memastikan dulu, perasaan yang ada dalam hati kita, jangan terburu-buru dalam bertindak, siapa tahu itu hanya perasaan kagum, bukan cinta yang sesungguhnya.

7.    Makna
Bait I
Untuk menyatakan cinta, tidak perlu melalui kata-kata yang begitu rumit dimengerti dan terlalu berlebihan sehingga terkesan tidak keluar ari lubuk hati, jika itu susah dimengerti, maka tulisan kita hanya akan dibaca sesaat dan tidak dianggap

Bait II
Mencintai seseorang dengan tulus dan ikhlas diibaratkan seperti matahari yang selalu menyinari bumi. Tidak perlu mengungkapkan dengan kata atau syair yang berlebihan tapi cukup dengan tindakan yang selalu tulus dan ikhlas.
























III.          PEMBAHASAN
Hasil analisis kedua puisi di atas adalah sebagai berikut.
  1. Tipografi
Kedua puisi di atas menggunakan topografi yang berbeda. Puisi karya Rustam Effendi yang berjudul Bukan Beta Bijak Berperi menggunakan tipografi  teratur, sedangkan pada puisi karya Sanusi Pane yang berjudul Sajak menggunakan tipografi tidak teratur, karena kata dan rima yang terdapat dalam puisi ditulis secara acak.
  1. Kata dan Diksi
Kata dalam kedua puisi di atas berbeda, puisi I terdapat defamiliar dan deotomatisasi kata. Pengarang puisi pertama menciptakan kata baru sesuai isi hati atau perasaannya, sedangkan pada puisi II, deotomatisasi dan defamiliar tidak ada. Puisi II menggunakan kata yang cukup mudah dimengerti dan tidak terlalu membutuhkan perenungan
Sedangkan untuk diksi, puisi I menggunakan diksi yang menggambarkan keindahan puisi dan pilihan katanya lebih membutuhkan perenungan, berbanding terbalik dengan puisi II, diksinya mudah dimengerti oleh pembaca.
  1. Kiasan dan Retorik
Kedua puisi di atas menggunakan bahasa kiasan untuk memperindah dan menyampaikan maksud secara tidak langsung, selain itu juga menggunakan bahasa retorik untuk mempertegas maksud dan pesan yang disampaikan, serta menarik perhatian pembaca.
  1. Rima, Aliterasi, dan Asonansi
Terdapat rima yang teratur pada puisi I, sedangkan pada puisi II rima teratur hanya ada pada bait II sedangkan bait pertama, rima hanya pada baris pertama sampai keempat. Kedua puisi terdapat aliterasi dan asonansi.
  1. Imaji
Pada puisi I terdapat imaji berupa pendengaran dan penglihatan. Sedangkan pada puisi II, imaji berupa perasaan dan penggambaran arti sebuah sajak.
  1. Tema dan Amanat
Kedua puisi di atas memiliki tema yang berbeda. Tema pada puisi I adalah tentang kebebasan atau kemerdekaan, sedangkan puisi II tentang cinta.
Karena kedua puisi di atas memiliki tema yang berbeda, maka amanat yang disampaikan oleh pengarang kedua puisi pun berbeda. Puisi I memiliki amanat tentang keinginan untuk bebas dan tidak terikat atau hanya menurut saja dengan aturan yang ada. Sedangkan puisi II beramanatkan tentang bagaimana hendaknya seseorang mencintai dengan tulus dan ikhlas.
  1. Makna
Makna kedua puisi pun berbeda. Makna yang terkandung pada puisi I menyatakan bahwa penulis merasa berada dalam dunia yang harus patuh pada tiap aturan, padahal penulis ingin bebas dari dunia itu dan menyatakan apa yang ada di hatinya.
Pada puisi II, makna yang terkandung dalam puisi menyatakan nasihat pada seseorang yang ingin mencintai orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar