Laman Nisa

Jumat, 15 Juli 2011

AAAAAAAAARRRRRRRRRGGGGHHHHHHHHHH...........!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

NYEBELIIIIINNN......
FBKU YG LAMA G BISA DIBUKA GARA2 ADA YANG GANTI AKUN EMAILNY...!!!!

YA ALLAH...
JAHAT BANGET SI TU ORANG!!!!

HIIIIIIIIIIIIIIIIIHHHHHHHHHHHHHHH......>,<

TEMAN2,,AKU AKHIRNYA BUAT FB BARU LAGI...
NAMANYA TETAP SAMA --->> ANNISAA' 'AINI

TAPI KLO MAU CARI VIA EMAIL NI ALAMATNYA:
ANNISAAAINI@GMAIL.COM


TENKYU....

ALLAH,,BERI HAMBA KESABARAN DAN BERI HACKER ITU HIDAYAH AGAR INSAF TIDAK MENGGANGGU PRIVASI ORANG LAIN LAGI...

AMIN YA RABB...

Minggu, 10 Juli 2011

MAKNA REFERENSIAL, MAKNA ASOSIATIF, DAN MAKNA PUSAT











Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Semantik
Pengampu: Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.

Oleh:
Annisa Aini
K1208002



Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2009

MAKNA REFERENSIAL, MAKNA ASOSIATIF, DAN MAKNA PUSAT

Pendahuluan
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Dalam kajian semantik, makna merupakan kajian yang membingungkan.Sering kita menyamakan makna dengan arti. Padahal keduanya berbeda definisi. Makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda mempunyai aspek-aspek, yang dikutip dari blog Susilo Adi Setiawan (http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id/2009/04/12/aspek-makna-dalam-semantik-dan-keterkaitannya-dengan-jenis-jenis-makna/), :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
2. Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara (dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
4. Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.
Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Jenis-jenis makna yang kita sebur sebagai ragam makna banyak sekali. Apabila kita merasa bingung dalam mendefiniskan makna, ini akan membingungkan kita pula dalam mempelajari ragam makna yang begitu banyaknya. Sebagai contoh, dalam ragam makna referesensial dan makna asosiatif. Sekilas, definisi makna referensial sama dengan makna leksikal, ataupun makna denotatif, begitu juga pada definisi makna asosiatif yang disamakan dengan makna idiomatik.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan makna referensial dan makna asosiatif, dan makna pusat, apakah berbeda atau tidak dengan makna leksikal dan makna denotatif, dan makna kontekstual, agar tidak terjadi kesalahpahaman pada definisi ragam makna tersebut.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud makna referensial dan makna pusat?
2.      Bagaimana hubungan antara makna referensial, makna pusat, makna leksikal, dan makna denotatif?
3.      Apa yang dimaksud dengan makna asosiatif?
4.      Bagaimana hubungan antara makna asosiatif, makna stilistika, dan makna kolakatif?

Pengertian Makna Referensial
Abdul Chaer (2007:291) mengatakan bahwa sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Sedangkan Kridalaksana (2008: 208) mengartikan referensi sebagai hubungan antara referen dengan lambang yang dipakai untuk mewakilinya. Jadi dapat dikatakan bahwa makna referensial adalah makna yang mengarah pada lambang yang bereferen atau makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan. Lambang yang bereferen di sini dimaksudkan adalah lambang yang mempunyai referensi tentangnya. Misalnya kata cincin, bagi orang yang tidak asing pada kata cincin pasti telah mengetahui gambaran cincin itu seperti apa. Tapi bagi yang belum mempunyai gambaran, referensi dari cincin adalah perhiasan yang berbentuk lingkaran dan dipakai di jari tangan.
Tidak semua leksem bereferensi. Leksem yang bereferensi adalah leksem yang merupakan kata penuh (fullword/content word), sedangkan leksem atau kata tugas (function word) termasuk dalam leksem bernon-referensi, seperti yang, dan, jika, tapi, agar, supaya, dan lain-lain. Tapi kata deiktik termasuk dalam kata bereferensi. Kata deiktik adalah kata yang bereferensi tidak hanya pada satu maujud, tapi bisa berubah maujud ketika dalam suatu konteks kalimat. Yang termasuk kata deiktik adalah kata-kata yang termasuk pronomina (seperti aku, kamu, dia), kata-kata yang menyatakan ruang (di sini, di sana, di situ), dan kata-kata yang menyatakan waktu (besok, sekarang, nanti). Misal:

Pengertian Makna Pusat
Makna pusat adalah makna kata yang dimengerti bila kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak berciri. Makna pusat juga umumnya terdapat dalam sebuah leksem atau kata dasar (Sarwiji Suwandi 2008:79). Makna pusat biasa kita temui dalam leksem dasar. Dapat disimpulkan bahwa makna pusat adalah makna dasar suatu leksem dan jika leksem itu sudah mengalami perubahan bentuk akibat proses morfologis, maka tidak lagi mempunyai makna pusat, tapi telah menjadi makna perluasan. Misal, kalau kita mendapat kata minum, minuman, meminum, maka makna minum itu sendiri adalah makna pusat dari minuman, meminum.

Antara Makna Referensial, Makna Pusat, Makna Leksikal, dan Makna Denotatif
Telah diterangkan di atas bahwa makna pusat adalah makna yang ada pada sebuah leksem tanpa pengaruh konteks. Apakah makna pusat sama dengan makna leksikal? I Dewa Putu menjelaskan makna leksikal dengan memberi contoh kata membeli, dibeli, terbeli, dan pembelian yang dibentuk dari leksem yang sama, yaitu beli. Makna beli dapat diidentifikasi tanpa menggabungkan unsure ini dengan unsur yang lain. Makna demikian yang disebut makna leksikal. Jadi dapat dikatakan makna pusat sebuah leksem adalah sama dengan makna leksikal sebuah leksem atau kata, khususnya sebuah kata dasar yang dapat berdiri sendiri sebelum terjadi perubahan bentuk. Jika sudah berubah bentuk, maka hanya terdapat makna leksikal dalam leksem tersebut.
Bagaimana dengan makna referensial? Jika dilogika, makna referensial sebenarnya sama dengan makna leksikal, hanya saja kita sering mengartikan makna leksikal adalah makna yang terdapat di dalam kamus. Ini membuktikan kata atau leksem tersebut bereferensi. Misal kata kuda merupakan bentuk atau ekspresi “sesuatu yang diacu oleh kata kuda” yakni “seeekor binatang yang tinggi-besar, larinya kencang dan biasa ditunggangi”. Hubungan antara bentuk dan referen akan menimbulkan makna atau referensi. Jika kita melihat dalam kamus, kata kuda bermakna
Bagaimana hubungan makna referensial, makna pusat, dengan makna denotatif? Makna denotatif disebut juga dengan istilah; makna denatasional, makna kognitif, makna konseptual, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional (Keraf, 2002:208).
Dalam pengertiannya makna denotatif adalah makna sebuah leksem atau kata apa adanya dan mudah dipahami sehingga tidak terjadi kerancuan, atau juga makna dasar/asli dari sebuah leksem. Ini berarti bahwa makna denotatif juga dapat disebut makna pusat dan makna referensial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa makna referensial, makna pusat, makna leksikal, dan makna denotatif adalah sama.

Pengertian Makna Asosiatif
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bertalian leksem itu dengan keadaan di luar bahasa. (Sarwiji Suwandi, 2006: 76). Makna asosiatif juga. Abdul Chaer juga (2007:293) juga mendefinisikan makna asosiatif sebagai makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Pengertian makna asosiatif dari dua ahli linguis adalah sama, bahwa intinya pengertian makna asosiatif adalah hubungan suatu leksem dengan dunia luar bahasa. Dunia luar bahasa yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat pemakai bahasa, lingkungan atau bidang-bidang sosial masyarakat, pandangan hidup yang ada dalam masyarakat, dan nilai-nilai moral.
Pendapat Leech (1976) seperti yang dikutip oleh Abdul Chaer (1994: 294) diambil dari http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=63 tentang makna asosiasi menyatakan bahwa:
“Dalam makna asosiasi ini dimasukkan yang disebut makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolakatif”

Antara Makna Asosiatif, Makna Konotatif, Makna Stilistika, Makna Efektif,  dan Makna Kolokatif
Berdasarkan pernyataan Leech di atas, di dalam cakupan makna asosiatif terdapat makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolakatif. Bagaimana bisa keempat makna tersebut dimasukkan dalam cakupan makna asosiatif?
Kita perlu mengetahui sekilas pengertian dari keempatnya. Pertama, makna konotatif. Makna konotatif adalah makna sebuah kelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) (Kridalaksana. 2008: 132). Definisi konotasi sendiri adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi yang biasanya bersifat emosional dan subjektif, karena itu disebut makna perasaan dan maksud rasa pembicara. Kita mengenal makna konotatif adalah makna tidak sebenarnya, jadi ada maksud-maksud tertentu dalam ujaran penutur, dan makna konotatif digolongkan dalam dua jenis, yaitu konotatif positif dan konotatif negatif.
Sarwiji Siswandi (2006: 97) menjelaskan bahwa makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. pemakaian bahasa yang dimaksud adalah seperti pemakaian bahasa di pasar, dalam situasi formal, dalam karya sastra, pastilah dalam memakai bahasa di ketiga tempat itu berbeda, sehingga menimbulkan rasa dan makna yang berbeda pula. Dalam makna stilistika, lingkungan bahasa dapat memengaruhi makna leksem atau kata tersebut. Misal /dokter harus mengangkat penyakitnya/. Kata /mengangkat/ bermakna mengopersi.  Dalam karya sastra banyak terdapat makna stilistika untuk menciptakan suasana haru, sedih, kecewa, marah pada pembaca.
Makna afektif adalah makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan bahasa. makna afektif disebut juga makna yang menimbulkan rasa bagi pendengar. Misal kita mengatakan /kamu hebat/, kita pasti akan mereaksi karena kata hebat mengandung makna yang berhubungan dengan ketakjuban. Bisa saja kita mengatakan /terimalah barang tak berharga ini dari kami/ gabungan leksem /barang tak berharga/ ini mengandung makna sesuatu yang direndahkan, inilah makna afketif.
Makna Kolakatif adalah makna yang ada karena pengaruh tempat atau posisi bahasa. maksudnya makna ini menyesuaikan dengan kalimat. Misalnya, kata hamil dan bunting. Dalam kalimat Istrinya sudah hamil tiga bulan, tidak mungkin kata bunting dipakai dalam kalimat tersebut. Karena itu pula makna yang ada terdapat maksud rasa, mana yang cocok atau tidak cocok dalam sebuah kalimat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolakatif adalah makna yan menimbulkan suatu rasa pada ujaran penulis berkaitan dengan lingkungan atau asosiasi-asosiasi sekitar. Karena itulah keempatnya dimasukkan dalam makna asosiatif.

Simpulan dan Saran
Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa makna berbeda dengan arti. Makna adalah kajian linguistik yang membingungkan dan memiliki beberapa aspek-aspek yang akan menyebabkan ragam makna. Ragam makna banyak sekali, satu sama lain terdapat kemiripan dan perbedaan. Dalam makalah ini, ragam makna referensial ternyata tidak jauh berbeda dengan makna pusat dan makna leksikal. Makna asosiatif juga mencakup makna konotatif, makna afektif, makna stilistika, dan makna kolakatif. Karena itu, jika kita tidak memahami betul definisi dari makna, maka kita juga akan kesulitan dalam memahami ragam makna.
Saran yang dapat penyusun sampaikan adalah kita hendaknya lebih teliti dalam mengkaji makna dan aneka ragamnya agar tidak terjadi salah paham dalam memahami ragam makna yang satu sama lain hampir mirip.









Daftar Pustaka

Abdul Chaer. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatimah Djajasudarma. 1993. Semantik I Pengantar ke Arah Ilmu Makna.  Bandung: Eresco.
Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
I Dewa Putu Wijaya, M. Rohmadi. 2008. Semantik, Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwiji Suwandi. 2006. Semantik Pengantar Kajian Makna. Surakarta: Media Perkasa.
Ullman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber lain:

Kamis, 23 Juni 2011

ANALISIS PUISI MELALUI PENDEKATAN M.H. ABRAMS PADA PUISI “SALAM MANIS PAGI HARI”
DAN “OBSESI HATI”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian dan Apresiasi Puisi
Pengampu: Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.

 











Oleh:
ANNISA AINI
(K1208002)




PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011



PUISI I
SALAM MANIS PAGI HARI
Suksmawan Yant Mujiyanto

Matahari senantiasa menepati janjinya
Seiring kehadiran fajar putih
Adalah awal perjalanan kasih
Di alam terbuka, burung-burung menembang riang, daun-daun bergetaran
Menyampaikan salamnya kepada langit
Yang bertabur warna-warna menawan

Selamat pagi oh langit, selamat pagi bunga-bunga dan hatiku
Puji syukur yang mendalam semata
Kupanjatkan untuk-Mu ya Tuhanku
Atas limpahan samudra kasih, anugerah mutiara elok syahdu
Tak kunjung henti Engkau rawat kehidupan ini
Dengan cahaya cinta dan rasa sayang yang sabar
Hingga suksmaku pun bergetar
Terbang melayang menikmati manik-manik permata hati
Di jauhan, kudengar derai cemara dan senandung rumput-rumput
Serta nyanyi air kali gemericik jernih
Membangunkan dusun-dusun di kaki gunung berselimut kabut
Untuk bersujud kepada-Mu

Selamat pagi bukit biru, kataku, dan ia pun
Mengucapkan selamat paginya kepadaku
Dengan senyum yang biru
Ladang-ladang bermekaran menyambut ramah kasih-Mu
Laut pun melantunkan derainya memeluk mesra sayang-Mu



ANALISIS PUISI MELALUI PENDEKATAN M.H. ABRAMS
I.          PENDEKATAN OBJEKTIF
Faktor Intrinsik: Struktur Lahir dan Batin Puisi
1.    Tipografi
Puisi di atas memiliki tipografi yang teratur dengan baris dan bait yang tidak sama karena katanya disusun tidak secara acak meskipun rima, baris tiap bait tidak sama

2.    Kata- kata konkret dan Diksi
Kata yang digunakan dalam puisi di atas cukup sederhana dan mudah dipahami. Namun ada beberapa diksi yang terdapat di dalam puisi di atas dan itu bertujuan untuk memberikan rasa indah pada puisi tersebut. Hal ini ditunjukkan pada.

Bait kedua:
Hingga suksmaku pun bergetar
Terbang melayang menikmati manik-manik permata hati
Di jauhan, kudengar derai cemara dan senandung rumput-rumput
Serta nyanyi air kali gemericik jernih
Membangunkan dusun-dusun di kaki gunung berselimut kabut
Untuk bersujud kepada-Mu

Bait ketiga:
Ladang-ladang bermekaran menyambut ramah kasih-Mu
Laut pun melantunkan derainya memeluk mesra sayang-Mu


3.    Bahasa Figuratif (Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik)
a.    Bahasa Kiasan
o  Metafora:
o  Perbandingan: tidak terdapat majas perbandingan
o  Personifikasi
-          burung-burung menembang riang
daun-daun bergetaran
-          senandung rumput-rumput
-          Selamat pagi bukit biru, kataku, dan ia pun
Mengucapkan selamat paginya kepadaku
-          Serta nyanyi air kali gemericik jernih, Membangunkan dusun-dusun
o  Metonomia: tidak ada.
o  Sinekdok
-          Hingga suksmaku pun bergetar (menggambarakan diri penulis seutuhnya)
b.    Bahasa Retorik
o  Repetisi
-          Selamat pagi oh langit, selamat pagi bunga-bunga dan hatiku
o  Hiperbola:
-          Atas limpahan samudra kasih, anugerah mutiara elok syahdu
-          Dengan senyum yang biru

4.    Verifikasi: Rima, Ritme, dan Metrum

SALAM MANIS PAGI HARI

Matahari senantiasa menepati janjinya
Seiring kehadiran fajar putih
Adalah awal perjalanan kasih
Di alam terbuka, burung-burung menembang riang, daun-daun bergetaran
Menyampaikan salamnya kepada langit
Yang bertabur warna-warna menawan

Selamat pagi oh langit, selamat pagi bunga-bunga dan hatiku
Puji syukur yang mendalam semata
Kupanjatkan untuk-Mu ya Tuhanku
Atas limpahan samudra kasih, anugerah mutiara elok syahdu
Tak kunjung henti Engkau rawat kehidupan ini
Dengan cahaya cinta dan rasa sayang yang sabar
Hingga suksmaku pun bergetar
Terbang melayang menikmati manik-manik permata hati
Di jauhan, kudengar derai cemara dan senandung rumput-rumput
Serta nyanyi air kali gemericik jernih
Membangunkan dusun-dusun di kaki gunung berselimut kabut
Untuk bersujud kepada-Mu

Selamat pagi bukit biru, kataku, dan ia pun
Mengucapkan selamat paginya kepadaku
Dengan senyum yang biru
Ladang-ladang bermekaran menyambut ramah kasih-Mu
Laut pun melantunkan derainya memeluk mesra sayang-Mu


Keterangan:
a.    Tulisan yang digarisbawahi adalah kata yang mengandung rima.
b.    Tulisan yang dicetak tebal adalah kata yang mengandung ritme.
c.    Tulisan yang dicetak miring adalah kata yang mengandung metrum.

5.    Imajeri
a.    Penglihatan:
-     Seiring kehadiran fajar putih
-     Daun-daun bergetaran menyampaikan salamnya kepada langit
-     Yang bertabur warna-warna menawan
-     Dengan senyum biru
-     Ladang-ladang bermekaran menyambut ramah kasih-Mu
b.    Pendengaran:
-     Burung-burung menembang riang
-     Kudengar derai cemara dan senandung rumput-rumput
-     Serta nyanyi air kali gemericik jernih
-     Laut pun melantunkan derainya memeluk mesra sayang-Mu
c.    Perasaan:
-     Puji syukur yang mendalam
-     Dengan cahaya cinta dan rasa sayang yang sabar
-     Menyambut ramah kasih-Mu
-     dll

6.    Perasaan (feeling) Tema, dan Amanat
a.    Perasaan:
Di dalam puisi ini, menggambarkan perasaan peyair yang sangat bersyukur dengan anugerah yang diberikan Tuhan padanya, terlihat bagaimana penyair menggunakan kata-kata yang sederhana tapi indah untuk menggambarkan keindahan yang diberikan Tuhan padanya di dunia ini.
b.    Tema: tema puisi ini adalah rasa Cinta kepada Tuhan YME yang ditunjukkan dengan cara selalu bersyukur.
c.    Amanat:
-       Hendaknya kita selalu bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan pada kita.
-       Dengan bersyukur, segala sesuatu akan terasa indah.
-       Jika kita ingin merasakan Tuhan itu ada, maka lihatlah di sekeliling kita, baik itu tanaman, laut, sawah, dan semuanya adalah kebesaran Tuhan.
-       Dengan bersyukur, maka Tuhan akan selalu sayang pada kita.

II.          PENDEKATAN MIMETIK
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajianya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra (Abrams, 1981: 189).
Di dalam puisi ini, penyair ingin melayarproyeksikan kehidupan saat ini dengan apa yang penyair rasakan. Kehidupan saat ini dipenuhi oleh manusia-manusia yang kurang bersyukur dan selalu merasa kurang dengan anugerah yang telah Tuhan limpahkan pada mereka. Sehingga banyak sekali korupsi yang terjadi di negeri ini, karena mereka kurang bersyukur dengan apa yang telah mereka dapatkan. Orang yang sudah kaya tetap merasa belum kaya, mereka tidak melihat di sekeliling mereka seperti orang-orang fakir miskin.
Penyair mengimbau kita untuk sejenak melihat alam sekitar, melihat betapa besar kekuasaan dan keindahan Tuhan yang diberikanNya pada kita di dunia ini. Lihat betapa luasnya lautan, birunya samudra, burung-burung berkicau pagi hari. Mengapa pagi hari? Karena di pagi hari, suasana lebih khidmat untuk memandang dan merasakan kebesaran-Nya. Di pagi hari pula kita akan mengawali hari kita dengan awal niat yang baik. Di pagi hari pula kita masih bisa menikmati hari ini dan menjadikan hari kemarin sebagai pelajaran hidup untuk jadi lebih baik. Maka di pagi hari hendaknya kita selalu bersyukur kita masih diberikan Allah kesempatan untuk bernapas dan menjalani hari-hari berikutnya. Maka penyair memberikan pesan pada kita sejenak berdiam diri menikmati anugerah Ilahi di pagi hari.
Lihatlah keindahan pagi hari, maka kita akan merasa betapa Tuhan menyayangi kita dengan kasih sayang dan rasa cinta yang teramat luas. Tapi terkadang itu yang kita lupakan, kita hanya memikirkan diri sendiri. Padahal Allah begitu nyata ada di dekat kita, bahkan di urat nadi kita jika kita merasakanNya. Dengan bersyukur, maka kita akan selalu merasa damai dan bahagia.



III.          PENDEKATAN PRAGMATIK
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan sebuah karya merupakan karya sastra atau bukan.
Horatius dalam art poetica menyatakan bahwa tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan. Dari pendapat inilah dimulai pendekatan pragmatik. Dikutip dari Wahyudi Siswanto, 2008: 181-191).
1.    Nilai Didik Moral:
-       Kesetiaan kita untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT.
-       Kita hendaknya selalu rendah hati karena apa yang kita miliki adalah pemberian Allah dan kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan semua ciptaan Allah yang ada di sekeliling kita, ini merupakan bentuk kebesaran Allah.
2.    Nilai Didik Religius:
-       Puisi di atas mengandung nilai rasa cinta penyair (untuk kita juga) pada Tuhan yang Maha Esa ditunjukkan dengan menggambarkan dia selalu bersyukur pada pagi hari yang masih bisa dia temui.
3.    Nilai Didik Sosial:
-       Hendaknya kita juga selalu menjaga lingkungan sekitar dan menjaga keharmonisan hubungan sosial dengan orang-orang sekitar.
-       Dengan menjaga lingkungan, maka tetap akan ada pagi dengan langit biru dan ladang hijau di bumi ini.
4.    Nilai Didik Estetis:
(sudah dijelaskan pada pendekatan objektif)
5.    Nilai Didik Psikologis:
-       Puisi di atas juga menginspirasi kita untuk selalu bersyukur atas karunia yang Allah berikan pada kita.
6.    Nilai Didik Filosofis:
-       Cinta Tuhan pada kita dapat kita lihat dengan semua ciptaan-Nya yang ada di bumi.
7.    Nilai Didik Budaya:
-       Hendaknya kita selalu membudayakan menjaga lingkungan sekitar kita, karena budaya diawali dari keterpaksaan, yang menjadi kebiasaan, sehingga menjadi budaya kita.

IV.          PENDEKATAN EKSPRESIF
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajianya pada ekspresi perasaan atau tempramen penulis (Abrams, 1981: 189).
Informasi tentang penulis memiliki peranan yang sangat penting dalam kajian dan apresiasi sastra.
Puisi di atas adalah puisi yang ditulis oleh Suksmawan Yant Mujiyanto yang saat ini bekerja sebagai dosen di PBS FKI UNS. Dalam berkarya, penyair memiliki ciri khas yang dapat dilihat dari karya-karyanya. Puisi di atas merupakan sebuah puisi yang bersifat sufistik. Dari kata-kata yang tercipta di dalam puisi, dapat menggambarkan penyair sangat halus dan lembut, penyair begitu cinta dan sayang pada Tuhan dengan puisinya. Puisi ini ditulis untuk menggambarkan emosi penyair, yaitu hubungan penyair dengan Tuhan. Bahasanya yang sederhana tapi indah membuat pembacanya juga ikut merasakan apa yang dirasakan penyair.
Penyair berusaha menggambarkan betapa indahnya alam pagi hari yang diberikan Tuhan untuknya. Begitu indah penyair menggambarkan pemandangan alam, seperti burung berkicau, ladang-ladang dan sawah-sawah yang hijau, langit biru yang indah, gemericik air yang merdu. Semua itu begitu indah di dalam puisi ini. Menggambarkan keindahan yang mewakili betapa penyair sangat bersyukur pada Tuhan.



PUISI II
OBSESI HATI
Suksmawan Yant Mujiyanto

Hadir dan mengalir
Seperti air
Luas dan terbuka
Bagaikan cakrawala
Ibarat bintang-bintang

Menjadi sang mentari menyinari bumi
Lembut menyejukkan tiupan angin sepoi
Harum semerbak aneka kembang
Elok bermekaran memperindah kehidupan

















ANALISIS PUISI MELALUI PENDEKATAN M.H. ABRAMS
I.          PENDEKATAN OBJEKTIF
1.    Tipografi
Puisi di atas memiliki tipografi yang teratur dengan baris dan bait yang tidak sama karena kata-katanya disusun tidak secara acak meskipun rima, baris tiap bait tidak sama. Tipografi puisi di atas di tulis dengan format center yang menjadi ciri khas penyair, makna tipografi ini mungkin adalah terpusat pada tengah-tengah keinginan penyair.

2.    Kata-kata Konkret dan Diksi
Kata-kata yang ada di dalam puisi di atas cukup sederhana dan mudah dipahami. Namun ada beberapa diksi yang terdapat di dalam puisi di atas dan itu bertujuan untuk memberikan rasa indah pada puisi tersebut. Hal ini ditunjukkan pada.
Bait pertama:
Luas dan terbuka
Bagaikan cakrawala
Ibarat bintang-bintang
Untuk bersujud kepada-Mu

Bait kedua:
Menjadi sang mentari menyinari bumi
Harum semerbak aneka kembang

3.    Bahasa Figuratif (Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik)
a.    Bahasa Kiasan
o  Metafora:
o  Perbandingan:
-          Seperti air
-          Bagaikan cakrawala
-          Ibarat bintang-bintang
b.    Bahasa Retorik
o  Hiperbola:
-          Elok bermekaran memperindah kehidupan

4.    Verifikasi: Rima, Ritme, dan Metrum

OBSESI HATI
Hadir dan mengalir
Seperti air
Luas dan terbuka
Bagaikan cakrawala
Ibarat bintang-bintang

Menjadi sang mentari menyinari bumi
Lembut menyejukkan tiupan angin sepoi
Harum semerbak aneka kembang
Elok bermekaran memperindah kehidupan

Keterangan:
a.    Tulisan yang digarisbawahi adalah kata yang mengandung rima.
b.    Tulisan yang dicetak tebal adalah kata yang mengandung ritme.
c.    Tulisan yang dicetak miring adalah kata yang mengandung metrum.

5.    Imajeri
a.    Penglihatan:
-     Hadir dan mengalir, Seperti air
-     Bersinar cemerlang
-     Menyinari bumi
-     Elok bermekaran memperindah kehidupan
b.    Pendengaran: tidak ada.
c.    Perasaan:
-     Lembut menyejukkan tiupan angin sepoi
-     Harum semerbak aneka kembang (penciuman)

6.    Perasaan (feeling), Tema, dan Amanat
a.    Perasaan:
Di dalam puisi ini, menggambarkan perasaan penyair yang memiliki obsesi atau impian di dalam hati. Ia ingin berguna bagi orang-orang di sekitarnya. Penyair mengibaratkannya seperti air yang selalu ada, dan seperti bintang yang ingin menjadi sinar di kala gelap, dan seperti mentari yang menyinari bumi.
b.    Tema: puisi di atas bertemakan mimpi atau cita-cita seseorang agar berguna bagi sesama.
c.    Amanat:
-          Orang yang baik adalah orang yang berguna bagi sekitarnya.
-          Jangan takut untuk memiliki impian, karena dengan impian itu kita akan berusaha untuk menggapainya.

II.          PENDEKATAN MIMETIK
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajianya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra (Abrams, 1981: 189).
Puisi di atas menggambarkan obsesi atau mimpi yang dimiliki penyair, yaitu ia ingin seperti air yang selalu ada dan mengalir mengikuti kehidupan, bagai cakrawala yag berpengetahuan luas, sehingga ia memiliki otak yang tajam da encer, dan bagai bintang langit yang menerangi gelap malam, ia pun ingin menerangi setiap orang yang ada di sekitarnya.
Penyair pun ingin seperti mentari yang menyinari bumi dan memberi kehangatan pada setiap orang yang ada di dekatnya. Agak berlebihan memang, tapi setiap orang memang harus memiliki mimpi. Karena dengan mimpi, kita akan berusaha dengan keras dan berdoa dengan khusyuk pada Tuhan.
Jika setiap orang tidak memiliki mimpi, maka hidupnya akan terasa hampa. Ini juga yang ingin disampaikan penyair pada pembaca. Lihat saja, orang yang telah memiliki gelar sarjana tetapi merasa dia tidak bisa berbuat banyak bagi lingkungan sekitarnya, karena dia sudah tidak memiliki obsesi pada saat dia masih studi. Dia tidak merancang mimpinya untuk merajut masa depannya, maka ya akhirnya hidupnya hampa. Bandingkan saja dengan mereka yang sudah memiliki obsesi akan seperti apa mereka merencanakan masa depannya, mereka akan lebih sistematis dan lebih bersiap untuk menghadapi masa depannya. Ini karena obsesi atau mimpi yang mereka rancang di dalam hati.

III.          PENDEKATAN PRAGMATIK
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan sebuah karya merupakan karya sastra atau bukan.
Horatius dalam art poetica menyatakan bahwa tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan. Dari pendapat inilah dimulai pendekatan pragmatik.
Dikutip dari Wahyudi Siswanto, 2008: 181-191).
1.      Nilai Didik Moral:
-       Kita hendaknya selalu rendah hati pada sesama agar orang lain pun merasa nyaman ada di dekat kita.
-       Kita tidak boleh sombong jika ingin berguna bagi sekitar
2.      Nilai Didik Religius:
-       Hendaknya kita selalu saling menyayangi dan berguna bagi orang lain, karena Tuhan menciptakan kita untuk saling melengkapi, sehingga hidup kita akan lebih indah.
3.      Nilai Didik Sosial:
-       Hendaknya kita menjadi individu yang bermanfaat bagi sesama.
-       Karena kita makhluk sosial yang tidak bisa hidup wajar tanpa bantuan orang lain, maka kita adalah makhluk yang saling membutuhkan.
4.      Nilai Didik Estetis:
-       (sudah dijelaskan pada pendekatan objektif)
5.      Nilai Didik Psikologis:
-       Puisi di atas juga memberikan motivasi pada kita agar kita jangan takut untuk bermimpi dan berobsesi, karena tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
6.      Nilai Didik Filosofis:
-       Cinta pada sesama dapat diwujudkan dengan menanam sikap dan tekad agar hidup kita berguna bagi orang lain dan mengerti hakikat hidup, yaitu membuat hidup lebih indah.
7.      Nilai Didik Politis: tidak terdapat nilai politis.
8.      Nilai Didik Budaya: tidak terdapat nilai budaya.

IV.          PENDEKATAN EKSPRESIF
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajianya pada ekspresi perasaan atau tempramen penulis (Abrams, 1981: 189). Dengan memahami latar belakang penulis, kita juga dapat mengetahui apa yang ditulisnya, begitu sebaliknya. Dari karyanya, kita dapat mengetahui latar belakang sosial penyair.
Dari puisi di atas, dapat tergambarkan bahwa penyair adalah sosok yang berobsesi tinggi. Dapat dilihati dari keinginannya untuk menjadikan hidupnya lebih bahagia. Penyair memahami benar ingin berguna bagi sekitarnya adalah salah satu jalan untuk memperindah kehidupannya. Kita tidak sendirian di dunia ini. Di sekitar kita adalah orang-orang yang membutuhkan kita, sebaliknya kita juga membutuhkan mereka. Alangkah hidup akan lebih indah juka kita yang berbeda saling berdampingan menjalani kehidupan. Obsesi lain penyair menggambarkan penyair memiliki angan atau mimpi yang tinggi, yaitu ingin memiliki pengetahuan yang luas seperti cakrawala. Ia ingin memiliki pengetahuan yang dapat berguna bagi dia dan orang lain.
Selain itu, dapat dilihat dalam puisi, penyair adalah orang yang memiliki kasih sayang yang tinggi pada sesama. Penyair ingin berguna bagi orang lain, ini adalah bukti bahwa penyair adalah seorang yang penyayang dan lembut. Dari lirik puisinya: Menjadi sang mentari menyinari bumiLembut menyejukkan tiupan angin sepoi, menggambarkan penyair adalah sosok yang hangat dan lembut, sehingga ia ingin orang lain yang ada di sekitarnya merasa nyaman apabila dekat dengannya.