NYEBELIIIIINNN......
FBKU YG LAMA G BISA DIBUKA GARA2 ADA YANG GANTI AKUN EMAILNY...!!!!
YA ALLAH...
JAHAT BANGET SI TU ORANG!!!!
HIIIIIIIIIIIIIIIIIHHHHHHHHHHHHHHH......>,<
TEMAN2,,AKU AKHIRNYA BUAT FB BARU LAGI...
NAMANYA TETAP SAMA --->> ANNISAA' 'AINI
TAPI KLO MAU CARI VIA EMAIL NI ALAMATNYA:
ANNISAAAINI@GMAIL.COM
TENKYU....
ALLAH,,BERI HAMBA KESABARAN DAN BERI HACKER ITU HIDAYAH AGAR INSAF TIDAK MENGGANGGU PRIVASI ORANG LAIN LAGI...
AMIN YA RABB...
ini adalah media yang bisa kita jadikan tempat diskusi, berbagi ilmu dan pengalaman, tempat curhat2an, atau bahkan sebagai media ukhuwah kita... ^^,
Jumat, 15 Juli 2011
Minggu, 10 Juli 2011
MAKNA REFERENSIAL, MAKNA ASOSIATIF, DAN MAKNA PUSAT

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Semantik
Pengampu: Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.
Oleh:
Annisa Aini
K1208002
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2009
MAKNA REFERENSIAL, MAKNA ASOSIATIF, DAN MAKNA PUSAT
Pendahuluan
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Dalam kajian semantik, makna merupakan kajian yang membingungkan.Sering kita menyamakan makna dengan arti. Padahal keduanya berbeda definisi. Makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda mempunyai aspek-aspek, yang dikutip dari blog Susilo Adi Setiawan (http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id/2009/04/12/aspek-makna-dalam-semantik-dan-keterkaitannya-dengan-jenis-jenis-makna/), :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
2. Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara (dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
4. Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.
Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Jenis-jenis makna yang kita sebur sebagai ragam makna banyak sekali. Apabila kita merasa bingung dalam mendefiniskan makna, ini akan membingungkan kita pula dalam mempelajari ragam makna yang begitu banyaknya. Sebagai contoh, dalam ragam makna referesensial dan makna asosiatif. Sekilas, definisi makna referensial sama dengan makna leksikal, ataupun makna denotatif, begitu juga pada definisi makna asosiatif yang disamakan dengan makna idiomatik.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan makna referensial dan makna asosiatif, dan makna pusat, apakah berbeda atau tidak dengan makna leksikal dan makna denotatif, dan makna kontekstual, agar tidak terjadi kesalahpahaman pada definisi ragam makna tersebut.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud makna referensial dan makna pusat?
2. Bagaimana hubungan antara makna referensial, makna pusat, makna leksikal, dan makna denotatif?
3. Apa yang dimaksud dengan makna asosiatif?
4. Bagaimana hubungan antara makna asosiatif, makna stilistika, dan makna kolakatif?
Pengertian Makna Referensial
Abdul Chaer (2007:291) mengatakan bahwa sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Sedangkan Kridalaksana (2008: 208) mengartikan referensi sebagai hubungan antara referen dengan lambang yang dipakai untuk mewakilinya. Jadi dapat dikatakan bahwa makna referensial adalah makna yang mengarah pada lambang yang bereferen atau makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan. Lambang yang bereferen di sini dimaksudkan adalah lambang yang mempunyai referensi tentangnya. Misalnya kata cincin, bagi orang yang tidak asing pada kata cincin pasti telah mengetahui gambaran cincin itu seperti apa. Tapi bagi yang belum mempunyai gambaran, referensi dari cincin adalah perhiasan yang berbentuk lingkaran dan dipakai di jari tangan.
Tidak semua leksem bereferensi. Leksem yang bereferensi adalah leksem yang merupakan kata penuh (fullword/content word), sedangkan leksem atau kata tugas (function word) termasuk dalam leksem bernon-referensi, seperti yang, dan, jika, tapi, agar, supaya, dan lain-lain. Tapi kata deiktik termasuk dalam kata bereferensi. Kata deiktik adalah kata yang bereferensi tidak hanya pada satu maujud, tapi bisa berubah maujud ketika dalam suatu konteks kalimat. Yang termasuk kata deiktik adalah kata-kata yang termasuk pronomina (seperti aku, kamu, dia), kata-kata yang menyatakan ruang (di sini, di sana, di situ), dan kata-kata yang menyatakan waktu (besok, sekarang, nanti). Misal:
Pengertian Makna Pusat
Makna pusat adalah makna kata yang dimengerti bila kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak berciri. Makna pusat juga umumnya terdapat dalam sebuah leksem atau kata dasar (Sarwiji Suwandi 2008:79). Makna pusat biasa kita temui dalam leksem dasar. Dapat disimpulkan bahwa makna pusat adalah makna dasar suatu leksem dan jika leksem itu sudah mengalami perubahan bentuk akibat proses morfologis, maka tidak lagi mempunyai makna pusat, tapi telah menjadi makna perluasan. Misal, kalau kita mendapat kata minum, minuman, meminum, maka makna minum itu sendiri adalah makna pusat dari minuman, meminum.
Antara Makna Referensial, Makna Pusat, Makna Leksikal, dan Makna Denotatif
Telah diterangkan di atas bahwa makna pusat adalah makna yang ada pada sebuah leksem tanpa pengaruh konteks. Apakah makna pusat sama dengan makna leksikal? I Dewa Putu menjelaskan makna leksikal dengan memberi contoh kata membeli, dibeli, terbeli, dan pembelian yang dibentuk dari leksem yang sama, yaitu beli. Makna beli dapat diidentifikasi tanpa menggabungkan unsure ini dengan unsur yang lain. Makna demikian yang disebut makna leksikal. Jadi dapat dikatakan makna pusat sebuah leksem adalah sama dengan makna leksikal sebuah leksem atau kata, khususnya sebuah kata dasar yang dapat berdiri sendiri sebelum terjadi perubahan bentuk. Jika sudah berubah bentuk, maka hanya terdapat makna leksikal dalam leksem tersebut.
Bagaimana dengan makna referensial? Jika dilogika, makna referensial sebenarnya sama dengan makna leksikal, hanya saja kita sering mengartikan makna leksikal adalah makna yang terdapat di dalam kamus. Ini membuktikan kata atau leksem tersebut bereferensi. Misal kata kuda merupakan bentuk atau ekspresi “sesuatu yang diacu oleh kata kuda” yakni “seeekor binatang yang tinggi-besar, larinya kencang dan biasa ditunggangi”. Hubungan antara bentuk dan referen akan menimbulkan makna atau referensi. Jika kita melihat dalam kamus, kata kuda bermakna
Bagaimana hubungan makna referensial, makna pusat, dengan makna denotatif? Makna denotatif disebut juga dengan istilah; makna denatasional, makna kognitif, makna konseptual, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional (Keraf, 2002:208).
Dalam pengertiannya makna denotatif adalah makna sebuah leksem atau kata apa adanya dan mudah dipahami sehingga tidak terjadi kerancuan, atau juga makna dasar/asli dari sebuah leksem. Ini berarti bahwa makna denotatif juga dapat disebut makna pusat dan makna referensial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa makna referensial, makna pusat, makna leksikal, dan makna denotatif adalah sama.
Pengertian Makna Asosiatif
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bertalian leksem itu dengan keadaan di luar bahasa. (Sarwiji Suwandi, 2006: 76). Makna asosiatif juga. Abdul Chaer juga (2007:293) juga mendefinisikan makna asosiatif sebagai makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Pengertian makna asosiatif dari dua ahli linguis adalah sama, bahwa intinya pengertian makna asosiatif adalah hubungan suatu leksem dengan dunia luar bahasa. Dunia luar bahasa yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat pemakai bahasa, lingkungan atau bidang-bidang sosial masyarakat, pandangan hidup yang ada dalam masyarakat, dan nilai-nilai moral.
Pendapat Leech (1976) seperti yang dikutip oleh Abdul Chaer (1994: 294) diambil dari http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=63 tentang makna asosiasi menyatakan bahwa:
“Dalam makna asosiasi ini dimasukkan yang disebut makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolakatif”
Antara Makna Asosiatif, Makna Konotatif, Makna Stilistika, Makna Efektif, dan Makna Kolokatif
Berdasarkan pernyataan Leech di atas, di dalam cakupan makna asosiatif terdapat makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolakatif. Bagaimana bisa keempat makna tersebut dimasukkan dalam cakupan makna asosiatif?
Kita perlu mengetahui sekilas pengertian dari keempatnya. Pertama, makna konotatif. Makna konotatif adalah makna sebuah kelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) (Kridalaksana. 2008: 132). Definisi konotasi sendiri adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi yang biasanya bersifat emosional dan subjektif, karena itu disebut makna perasaan dan maksud rasa pembicara. Kita mengenal makna konotatif adalah makna tidak sebenarnya, jadi ada maksud-maksud tertentu dalam ujaran penutur, dan makna konotatif digolongkan dalam dua jenis, yaitu konotatif positif dan konotatif negatif.
Sarwiji Siswandi (2006: 97) menjelaskan bahwa makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. pemakaian bahasa yang dimaksud adalah seperti pemakaian bahasa di pasar, dalam situasi formal, dalam karya sastra, pastilah dalam memakai bahasa di ketiga tempat itu berbeda, sehingga menimbulkan rasa dan makna yang berbeda pula. Dalam makna stilistika, lingkungan bahasa dapat memengaruhi makna leksem atau kata tersebut. Misal /dokter harus mengangkat penyakitnya/. Kata /mengangkat/ bermakna mengopersi. Dalam karya sastra banyak terdapat makna stilistika untuk menciptakan suasana haru, sedih, kecewa, marah pada pembaca.
Makna afektif adalah makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan bahasa. makna afektif disebut juga makna yang menimbulkan rasa bagi pendengar. Misal kita mengatakan /kamu hebat/, kita pasti akan mereaksi karena kata hebat mengandung makna yang berhubungan dengan ketakjuban. Bisa saja kita mengatakan /terimalah barang tak berharga ini dari kami/ gabungan leksem /barang tak berharga/ ini mengandung makna sesuatu yang direndahkan, inilah makna afketif.
Makna Kolakatif adalah makna yang ada karena pengaruh tempat atau posisi bahasa. maksudnya makna ini menyesuaikan dengan kalimat. Misalnya, kata hamil dan bunting. Dalam kalimat Istrinya sudah hamil tiga bulan, tidak mungkin kata bunting dipakai dalam kalimat tersebut. Karena itu pula makna yang ada terdapat maksud rasa, mana yang cocok atau tidak cocok dalam sebuah kalimat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, dan makna kolakatif adalah makna yan menimbulkan suatu rasa pada ujaran penulis berkaitan dengan lingkungan atau asosiasi-asosiasi sekitar. Karena itulah keempatnya dimasukkan dalam makna asosiatif.
Simpulan dan Saran
Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa makna berbeda dengan arti. Makna adalah kajian linguistik yang membingungkan dan memiliki beberapa aspek-aspek yang akan menyebabkan ragam makna. Ragam makna banyak sekali, satu sama lain terdapat kemiripan dan perbedaan. Dalam makalah ini, ragam makna referensial ternyata tidak jauh berbeda dengan makna pusat dan makna leksikal. Makna asosiatif juga mencakup makna konotatif, makna afektif, makna stilistika, dan makna kolakatif. Karena itu, jika kita tidak memahami betul definisi dari makna, maka kita juga akan kesulitan dalam memahami ragam makna.
Saran yang dapat penyusun sampaikan adalah kita hendaknya lebih teliti dalam mengkaji makna dan aneka ragamnya agar tidak terjadi salah paham dalam memahami ragam makna yang satu sama lain hampir mirip.
Daftar Pustaka
Abdul Chaer. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatimah Djajasudarma. 1993. Semantik I Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.
Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
I Dewa Putu Wijaya, M. Rohmadi. 2008. Semantik, Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwiji Suwandi. 2006. Semantik Pengantar Kajian Makna. Surakarta: Media Perkasa.
Ullman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber lain:
Langganan:
Komentar (Atom)